PROPOSAL PENELITIAN

Pendahuluan

Rabu, 06 Juli 2011

Tugas WASDAL

PENDAHULUAN
Tuntutan pelaksanaan akuntabilitas sektor publik terhadap terwujudnya good governance di Indonesia semakin meningkat. Tuntutan ini memang wajar,  karena beberapa penelitian menunjukkan bahwa terjadinya krisis ekonomi di Indonesia ternyata disebabkan oleh buruknya pengelolaan (bad governance) dan buruknya birokrasi (Sunarsip, 2001).
Menurut Mardiasmo (2005), terdapat tiga aspek utama yang mendukung terciptanya kepemerintahan yang baik (good governance), yaitu pengawasan, pengendalian, dan pemeriksaan. Pengawasan merupakan kegiatan yang dilakukan oleh pihak di luar eksekutif, yaitu masyarakat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) untuk mengawasi kinerja pemerintahan. Pengendalian (control) adalah mekanisme yang dilakukan oleh eksekutif untuk menjamin bahwa sistem dan kebijakan manajemen dilaksanakan dengan baik sehingga tujuan organisasi dapat tercapai. Sedangkan pemeriksaan (audit) merupakan kegiatan yang dilakukan oleh pihak yang memiliki independensi dan memiliki kompetensi professional untuk memeriksa apakah hasil kinerja pemerintah telah sesuai dengan standar yang ditetapkan.
Salah satu unit yang melakukan audit/pemeriksaan terhadap pemerintah daerah adalah inspektorat daerah. Menurut Falah (2005), inspektorat daerah mempunyai tugas menyelenggarakan kegiatan pengawasan umum pemerintah daerah dan tugas lain yang diberikan kepala daerah, sehingga dalam tugasnya inspektorat sama dengan auditor internal. Audit internal adalah audit yang dilakukan oleh unit pemeriksa yang merupakan bagian dari organisasi yang diawasi (Mardiasmo, 2005).
Menurut Boynton (dalam Rohman, 2007), fungsi auditor internal adalah melaksanakan fungsi pemeriksaan internal yang merupakan suatu fungsi penilaian yang independen dalam suatu organisasi untuk menguji dan mengevaluasi kegiatan organisasi yang dilakukan. Selain itu, auditor internal diharapkan pula dapat lebih memberikan sumbangan bagi perbaikan efisiensi dan efektivitas dalam rangka peningkatan kinerja organisasi. Dengan demikian auditor internal pemerintah daerah memegang peranan yang sangat penting dalam proses terciptanya akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan di daerah.
Peran dan fungsi Inspektorat Provinsi, Kabupaten/Kota secara umum diaturdalam pasal 4 Peraturan Menteri Dalam Negeri No 64 Tahun 2007. Dalam pasal tersebut dinyatakan bahwa dalam melaksanakan tugas pengawasan urusan pemerintahan, Inspektorat Provinsi, Kabupaten/Kota mempunyai fungsi sebagai berikut: pertama, perencanaan program pengawasan; kedua, perumusan kebijakan dan fasilitas pengawasan; dan ketiga, pemeriksaan, pengusutan, pengujian, dan penilaian tugas pengawasan.
Berkaitan dengan peran dan fungsi tersebut, Inspektorat Kabupaten Dharmasraya sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Daerah, mempunyai tugas pokok membantu Kepala Daerah dalam menyelenggarakan Pemerintah Daerah di bidang pengawasan. Tugas pokok tersebut adalah untuk: pertama, merumuskan kebijaksanaan teknis di bidang pengawasan; kedua, menyusun rencana dan program di bidang pengawasan; ketiga, melaksanakan pengendalian teknis operasional pengawasan; dan keempat, melaksanakan koordinasi pengawasan dan tindak lanjut hasil pengawasan.
Sementara itu, untuk melaksanakan tugas tersebut, Inspektorat Kabupaten mempunyai kewenangan sebagai berikut: pertama, pelaksanaan pemeriksaan terhadap tugas Pemerintah Daerah yang meliputi bidang pemerintahan dan pembangunan, ekonomi, keuangan dan aset, serta bidang khusus; kedua, pengujian dan penilaian atas kebenaran laporan berkala atau sewaktu-waktu dari setiap unit/satuan kerja; ketiga, pembinaan tenaga fungsional pengawasan di lingkungan Inspektorat ; dan keempat, penyelenggaraan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas Inspektorat.
Struktur organisasi Inspektorat Kabupaten  terdiri dari Inspektur, Sekretariat, Inspektur Pembantu Wilayah (Irban), dan kelompok jabatan fungsional. Namun demikian, saat ini struktur kelompok jabatan fungsional belum sepenuhnya terisi karena masih minimnya jumlah pegawai pada Inspektorat . Dengan demikian, pelaksanaan tugas dan wewenang pemeriksaan dilakukan oleh seluruh pegawai pada Inspektorat Kabupaten.


KESULITAN-KESULITAN DALAM MELAKUKAN PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN
Dalam melakukan pengawasan dan pengendalian Inspektorat Kabupaten mengalami keselitan-kesulitan dan kendala-kendala yang dihadapi yaitu :

  1. Sumber Daya Manusia.
Dengan keterbatasan jumlah pegawai terutama pejabat fungsional sehingga yang melakukan pengawasan dan pengendalian yang dilakukan inspektorat kabupaten di lakukan oleh seluruh staf. Dalam melakukakan pengawasan dan pengendalian  tidak lagi melihat dari tingkat kompentensi yang dimiliki para auditor, sehingga pengawasan dan pengendalian yang dilakukan tidak memperoleh hasil yang optimal. Ada dua hal yang menyebabkan kompetensi aparat inspektorat Kabupaten Dharmasraya kurang optimal. Pendidikan dan pelatihan fungsional di bidang pengawasan yang masih kurang. Ini menjadi salah satu faktor mengapa hanya  7 dari 35 aparat Inspektorat Kabupaten Dharmasraya yang telah menempuh persyaratan untuk menjadi pejabat fungsional auditor. Selain itu, adanya mutasi antar satuan kerja menyebabkan aparat yang berpengalaman tergantikan oleh yang tak berpengalaman.

  1. Hubungan Interpersonal
Jumlah penduduk yang hanya 150 ribu menyebabkan dekatnya hubungan interpersonal, baik hubungan kekerabatan atau relasi kepentingan lainnya. Sihingga dalam melakukan pengawsan dan pengendalian mengalami kesulitan sehingga hal ini juga mempengaruhi independensi aparat inspektorat Kabupaten Dharmasraya dalam melakukan pengwasan dan pengendalian.

  1. Pengaruh Pihak Penentu Kebijakan
Dalam melakukan pengawasan dan pengendalian yang dilakukan oleh Inspektorat Kabupaten Dharmasraya tidak terlepas dari intervensi dari pihak penentu kebijakan sehingga pengawsan yang dilakukan tidak akan memperoleh hasil yang memuaskan, karena para auditor sulit untuk mengungkap secara transparan terhadap temuan yang diperolehnya. Karena masih ada intervensi dari atasan atau pihak penetu kebijakan. 

  1. Sulitnya memperoleh data yang Valid.
Dalam melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap kegiatan yang dilakukan dalam pemerintah daerah para Auditor sulit untuk mendapat kan data, karena para auditan sering memberikan data yang valid sehingga data yag diperoleh auditor tidak valid.
  1. Politik
Kondisi politik di pada saat ini, baik di infrastruktur maupun suprastruktur masih belum stabil, kompetisi antar partai politik tidak dilakukan dengan sehat tetapi dengan menggunakan cara dan strategi yang dapat menimbulkan konflik baru. Kedewasaan para elite politik yang masih sangat memprihatinkan dan memberikan contoh yang kurang baik bagi masyarakat menjadi salah satu hal yang menciptakan kondisi politik seperti itu. Dengan kondisi seperti itu Politik yang biasanya sebagai pengendali birokrasi tidak bisa menjalankan perannya secara optimal. Bahkan para elite politik yang berkuasa menghendaki birokrasi menjadi miliknya yang akan dijadikan alat untuk melanggengkan kekuasaan.
Intervensi Politik terhadap Birokrasi yang begitu kuat baik dari legislatif terlebih dari pimpinan eksekutif menimbulkan netralitas birokrasi hanya dalam tatanan konsep. Bahkan tidak tertutup kemungkinan para elite politik akan tergiring atau terbawa arus pada pola pikir dan kebiasaan birokrasi. Kebijakan-kebijakan yang reformis di tingkat elite politik tidak bisa diturunkan atau dilaksanakan di lapangan karena Birokrasi memiliki kebijaksanaan dan kepentingan tersendiri. Akhirnya kebijakan-kebijakan tersebut tidak pernah dapat direalisasikan. Sehingga pengawasan dan pengendalian yang dilakuan tidak berjalan dengan baik. Karena intervensi politik terhadap kebijakan birokrasi.
  1. Anggaran
Anggaran yang dimiliki Inspektorak Kabupaten Dharmasraya yang minim sekali, sehingga dalam melakukan kegiatan untuk melakukan pengawasan dan pengendalian mengalami kesulitan karna anggaran untuk itu tidak tersedia. Padahal kegiatan-kegiatan yang perlu dilakukan pengawsan itu terlalu banyak, sehingga Inpektorat Kabupaten Dharmasraya sulit untuk melakukan pengawsan yang optimal.

  1. Sarana dan Prasaran
Disamping anggaran yang minim, sarana dan prasaran yang tersedia juga kurang memadai. Padahal wilayah daerah kabupaten dharmasraya itu sangat luas dan masih banyak daerah yang jauh dari daerah pusat kabupaten. Untuk menjangkau daerah tersebut Inspektorat Kabupaten tidak memiliki sarana yang memadai, seperti kendaraan yang dimiliki. Kabupaten Dharmasraya merupakan daerah baru, sehingga infrastruturnya belum memadai, untuk menjangkau daerah-daerah yang jauh dengan kondisi yang kurang memadai membutuhkan kendaraan yang layak. Namun itu tidak dimiliki oleh inspektorat kabupaten, sehingga untuk daerah yang jauh sangat sulit untuk dilakukan pengawasan dan pengendalian.

PENTINGNYA PENGAWASAN DI INSPEKTORAT

Pendahuluan  

Pengawasan pada hakekatnya merupakan fungsi yang melekat pada seorang leader atau top manajemen dalam setiap organisasi, sejalan dengan fungs-fungsii dasar manajemen lainnya yaitu perencanaan dan pelaksanaan. Demikian halnya dalam organisasi pemerintah, fungsi pengawasan merupakan tugas dan tanggung jawab seorang kepala pemerintahan, seperti di lingkup pemerintah provinsi merupakan tugas dan tanggung jawab gubernur sedangkan di pemerintah kabupaten dan kota merupakan tugas dan tanggung jawab bupati dan walikota. Namun karena katerbatasan kemampuan seseorang, mengikuti prinsip-prinsip organisasi, maka tugas dan tanggung jawab pimpinan tersebut diserahkan kepada pembantunya yang mengikuti alur distribution of power sebagaimana yang diajarkan dalam teori-teori organisasi modern.
Maksud pengawasan itu dalam rumusan yang sederhana adalah untuk memahami dan menemukan apa yang salah demi perbaikan di masa mendatang. Hal itu sebetulnya sudah disadari oleh semua pihak baik yang mengawasi maupun pihak yang diawasi termasuk masyarakat awam. Sedangkan tujuan pengawasan itu adalah untuk meningkatkan pendayagunaan aparatur negara dalam melaksanakan tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan menuju terwujudnya pemerintahan yang baik dan bersih (good and clean government)
Seiring dengan semakin kuatnya tuntutan dorongan arus reformasi ditambah lagi dengan semakin kritisnya masyarakat dewasa ini, maka rumusan pengawasan yang sederhana itu tidaklah cukup dan masyarakat mengharapkan lebih dari sekedar memperbaiki atau mengoreksi kesalahan untuk perbaikan dimasa datang, melainkan terhadap kesalahan, kekeliruan apalagi penyelewengan yang telah terjadi tidak hanya sekedar dikoreksi dan diperbaiki akan tetapi harus diminta pertanggungjawaban kepada yang bersalah. Kesalahan harus ditebus dengan sanksi/hukuman, dan  bila memenuhi unsur tindak pidana harus diproses oleh aparat penegak hukum, sehingga membuat efek jera bagi pelaku dan orang lain berpikir seribu kali untuk melakukan hal yang sama, sehingga praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) menjadi berkurang dan akhirnya hilang. Hal seperti itulah yang menjadi cita-cita dan semangat bangsa Indonesia yang tercermin dalam Undang-undang Nomor 28 tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang bersih dan bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).
Salah satu tuntutan masyarakat untuk menciptakan good governance dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah kiprah institusi pengawas daerah. Sehingga masyarakat bertanya dimana dan kemana lembaga itu, sementara korupsi merajalela. Masyarakat sudah gerah melihat prilaku birokrasi korup, yang semakin hari bukannya kian berkurang tetapi semakin unjuk gigi dengan perbuatannya itu. Bahkan masyarakat memberi label perbuatan korupsi itu sebagai kejahatan yang “luar biasa“, dan biadab, karena diyakini hal itu akan menyengsarakan generasi dibelakang hari. Sampai-sampai masyarakat berfikir untuk membubarkan institusi pengawas daerah tersebut karena dinilai tidak ada gunanya, bahkan ikut menyengsarakan rakyat dengan menggunakan uang rakyat dalam jumlah yang relatif tidak sedikit.
Secara naluri kegerahan masyarakat itu sebetulnya dapat dipahami, namun berbicara tentang pengawasan sebenarnya bukanlah tanggung jawab institusi pengawas semata melainkan tanggung jawab semua aparatur pemerintah dan masyarakat pada semua elemen. Karena sebetulnya institusi pengawas seperti Inspektorat Daerah, bukannya berdiam diri, tidak berbuat, tidak inovatif, adem dan sebagainya. Tetapi jauh dari anggapan itu, insan-insan pengawas di daerah telah bertindak sejalan dengan apa yang dipikirkan masyarakat itu sendiri. Langkah pro aktif menuju pengawasan yang efektif dan efisien dalam memenuhi tuntutan itu telah dilakukan seperti melakukan reorganisasi, perbaikan sistem, membuatan pedoman dan sebagainya, namun kondisinya sedang berproses dan hasilnya belum signifikan dan terwujud seperti yang diinginkan oleh masyarakat tersebut.
Guna mewujudkan keinginan tersebut diperlukan langkah-langkah pragmatis yang lebih realistis dan sistematis dalam penempatan sumberdaya manusia pada lembaga pengawas daerah, mulai dari pimpinannya sampai kepada staf/pejabat yang membantu dan memberikan dukungan untuk kesuksesan seorang pimpinan lembaga pengawas tersebut. Seorang pimpinan organisasi akan memberikan pewarnaan terhadap organisasi tersebut, dan ia akan berfungsi sebagai katalisator dalam organisasinya, sehingga untuk itu ia harus punya integritas, moralitas dan kapabilitas serta kompetensi yang tinggi dalam melaksanakan tugasnya.  Sehingga dengan demikian, tugas pengawasan yang dilaksanakan merupakan bagian dari solusi, dan bukan bagian dari masalah.

Kedudukan, Tugas Pokok Dan Fungsi Inspektorat Daerah Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
Sesuai dengan Perda Provinsi Sumatera Barat Nomor 3 Tahun 2008 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Lembaga Teknis Daerah Provinsi Sumatera Barat menyatakan bahwa Inspektorat Provinsi merupakan unsur pengawas penyelenggaraan pemerintahan daerah, yang dipimpin oleh seorang Inspektur yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada gubernur dan secara teknis administratif mendapat pembinaan dari sekretaris daerah. Adapun tugas pokoknya adalah melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan urusan pemerintahan, pelaksanaan pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan provinsi. Sedangkan fungsi Inspektorat Provinsi, meliputi :
1.      Perencanaan program pengawasan
2.      Perumusan kebijakan dan fasilitasi pengawasan; dan
3.      Pemeriksaan, pengusutan, pengujian dan penilaian tugas pengawasan.
Sedangkan Inspektorat kabupaten/kota mempunyai kedudukan, tugas pokok dan fungsi yang hampir sama tapi dalam konteks kabupaten/kota masing-masing, yang diatur dan ditetapkan dengan Perda masing-masing kabupaten/kota sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Masalah Sumber Daya Manusia
Meskipun Inspektorat Daerah merupakan salah satu Satuan Kerja Perangkat Daerah yang menunjang tugas kepala daerah di bidang pengawasan, namun ada satu hal yang perlu dilihat sebagai sesuatu yang khas, menyangkut dengan penempatan sumberdaya manusia (SDM) atau pegawai yang ditugaskan untuk melakukan tugas-tugas pengawasan. SDM pengawasan harus memiliki kemampuan lebih baik secara teknis maupun operasional. Standar kompetensi bagi SDM pengawasan mestinya ditentukan, guna  menghasilkan SDM yang berkualitas. Hal itu perlu dirumuskan semenjak dari sistem perekrutan, sampai kepada pembinaan dan penempatannya. Program pendidikan dan pelatihan di bidang pengawasan dan bidang-bidang teknis lainnya harus disusun secara terpadu dan berkesinambungan, yang selama ini masih parsial, sehingga ilmu dan keterampilan yang dimilikinya selalu seiring dengan perkembangan waktu.
Demikian pula dengan pola perekrutan seorang pimpinan Inspektorat Daerah, mestinya sama seperti SDM lainnya perlu dikembangkan sistem yang menciptakan ketersediaan tenaga yang handal dan kredibel.
Menurut Prof. Sofyan Syafri Harahap dalam bukunya SISTEM PENGAWASAN MANAJEMEN, mengemukakan bahwa dalam sistem manajemen pengawasan, unsur manusia sangat penting karena manusialah yang melakukan pengawasan dan yang diawasi. Oleh karena itu unsur manusia harus mendapat prioritas utama yang harus diperhatikan. Manusia yang pada hakekatnya mempunyai potensi untuk melakukan kebaikan dan sebaliknya pada saat yang sama ada potensi melakukan kejahatan. Potensi kebaikan harus dibina dan dipupuk sehingga memiliki pribadi yang beretika dan bermoral yang tinggi.
            Oleh sebab itu, orang-orang yang akan ditempatkan pada lembaga-lembaga pengawasan perlu dipersiapkan secara matang melalui pola pembinaan terpadu dan berkesinambungan.

 Masalah Pembinaan dan Jenjang Karir
Berkaitan dengan pembinaan dan jenjang karir Pegawai Negeri Sipil sampai saat masih menjadi kendala, meskipun didalam pasal 12 Peraturan Pemerintah Nomor 100 tahun 2000 telah ditegaskan bahwa untuk menjamin kepastian arah pengembangan karir, ditetapkan pola dasar karir dengan keputusan presiden. Kemudian setiap pimpinan menetapkan pola karir Pegawai Negeri Sipil di lingkungannya berdasarkan pola dasar karir Pegawai Negeri Sipil sebagaimana yang dtetapkan dalam keputusan Presiden dimaksud.
Hal demikian sampai saat ini belum terwujud, sehingga dalam pembinaan dan pengembangan karir pegawai negeri sipil tetap menjadi suatu hal yang tidak jelas. Seseorang yang pangkatnya lebih rendah bisa saja membawahi pegawai yang pangkatnya lebih tinggi. Meskipun seseorang yang sudah memenuhi syarat administratif bisa saja tidak mendapatkan kedudukan dalam jabatan tertentu, sementara pegawai lain yang belum memenuhi syarat administratif terlebih dahulu telah ditempatkan dalam jabatan tertentu.
Dalam rangka terciptanya penyelenggaraan pemerintahan yang baik sesuai dengan tujuan pembangunan nasional, diperlukan Pegawai Negeri Sipil yang profesional dan bertanggungjawab  dalam melaksanakan tugas. Untuk itu, Pegawai Negeri Sipil perlu diperhatikan kualitas profesional dalam memberikan pelayanan yang sesuai dengan tingkat kepuasan dan keinginan masyarakat. Seiring dengan itu, sistem pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan baik struktural maupun fungsional perlu diciptakan agar berdayaguna dan berhasilguna serta handal dan akuntable.
Demikian pula untuk jabatan Kepala Inspektorat Daerah baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota selain memperhatikan persyaratan adminsitratif yang bersifat umum dan berlaku untuk semua jabatan, secara spesifik dan nyata perlu mempertimbangkan kriteria lain sebagai prasyarat untuk menduduki jabatan tersebut. Prasyarat lain itu misalnya yang bersangkutan telah pernah bertugas secara langsung di instansi pengawas dan diluar instansi pengawas baik sebagai pelaksana maupun perencana. Kemudian untuk mengetahui keterhandalan dan komitmennya serta menguji kecocokan kepribadiannya dengan bidang tugas pengawasan perlu dilakukan psykotes dan selanjutnya harus dilakukan feed and profer test. Masalah lain patut dipertimbangkan adalah track record yang akan menduduki jabatan selama ia menjadi Pegawai Negeri Sipil, apakah memiliki ”catatan hitam” pernah melakukan pelanggaran disiplin Pegawai Negeri Sipil, kriminalitas atau perbuatan tindak pidana yang secara langsung mempengaruhi kepada karirnya.

Peran Inspektorat Daerah Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
Inspektorat Daerah sebagai Aparat Pengawas Internal Pemerintah Daerah memiliki peran dan posisi yang sangat strategis baik ditinjau dari aspek fungsi-fungsi manajemen maupun dari segi pencapaian visi dan misi serta program-program pemerintah. Dari segi fungsi-fungsi dasar manajemen, ia mempunyai kedudukan yang setara dengan fungsi perencanaan atau fungsi pelaksanaan. Sedangkan dari segi pencapaian visi, misi dan program-program pemerintah, Inspektorat daerah menjadi pilar yang bertugas sebagai pengawas sekaligus pengawal dalam pelaksanaan  program yang tertuang dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Menurut Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Antasari Azhar : jika lembaga pengawas internal lemah, pencegahan korupsi tidak efektif. Untuk itu pengawas internal pemerintah harus efektif dalam mencegah tindak pidana korupsi, karena simpul dalam manajemen pemerintah itu adalah aparat pengawasan (Media Indonesia, 28 Maret 2008)
Sebagai pengawas internal, Inspektorat Daerah yang bekerja dalam organisasi pemerintah daerah tugas pokoknya dalam arti yang lain adalah menentukan apakah kebijakan dan prosedur yang ditetapkan oleh manajemen puncak (Kepala Daerah) telah dipatuhi dan berjalan sesuai dengan rencana, menentukan baik atau tidaknya pemeliharaan terhadap kekayaan daerah, menentukan efisiensi dan efektivitas prosedur dan kegiatan pemerintah daerah, serta yang tidak kalah pentingnya adalah menentukan keandalan informasi yang dihasilkan oleh berbagai Unit/Satuan Kerja sebagai bagian yang integral dalam organisasi Pemerintah Daerah. Dari penjelasan itu dapat dikatakan bahwa Inspektorat Daerah sebagai pengawas internal memiliki karakteristik yang spesifik, dan ia memiliki ciri antara lain adalah :
  1. Alat dalam organisasi Pemerintah Daerah yang menjalankan fungsi quality assurance.
  2. Pengguna laporan pengawas internal adalah top manajemen (Kepala Daerah) dalam organisasi Pemerintah Daerah yang bersangkutan.
  3. Dalam pelaksanaan tugas seperti halnya pengawas eksternal dapat menggunakan prosedur pemeriksaan bahkan harus memiliki prosedur yang jelas.
  4. Kegiatan pemeriksaan bersifat pre-audit atau build-in sepanjang proses kegiatan berlangsung.
Fungsi pemeriksaan yang dilakukan lebih banyak bersifat pembinaan dan dalam praktiknya memberikan saran dan pertimbangan kepada Kepala Daerah, ia tidak berwenang untuk menghakimi apalagi menindak.
Berdasarkan argumen di atas sangatlah jelas dan nyata bahwa Inspektorat Daerah sebagai pengawas internal memiliki peran yang sangat strategis, sebagai katalisator dan dinamisator dalam menyukseskan pembangunan daerah. Ia dibutuhkan orang Kepala Daerah untuk membantunya dalam segala hal yang berkaitan dengan kelancaran jalannya pemerintahan daerah, kesuksesan pembangunan, pembinaan aparatur daerah, dan sebagainya. Amatlah naif jika dikatakan ia tidak perlu atau harus dibubarkan.

PROPOSAL PENELITIAN


1.    Latar Belakang
Krisis Ekonomi dan moneter yang melanda bangsa Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 yang terus berkepanjangan sampai saat ini mengakibatkan juga berkurangnya lapangan pekerjaan dan bertambahnya jumlah angka pengangguran yang berakibat pada peningkatan angka kemiskinan sebagai akibat dari pendapatan yang berkurang ataupun pendapatan yang hilang karena pemutusan hubungan kerja, sehingga kelompok masyarakat yang berada dibawah garis kemiskinan semakin bertambah.
Berdasarkan data pusat statistik (BPS), jumlah penduduk miskin pada tahun 2003 lalu mencapai 37,7 juta jiwa atau sebanyak 17,4 persen dari total penduduk Indonesia. Meski demikian, pada akhir tahun 2004, penduduk miskin indonesia turun menjadi 36,1 juta jiwa.  Pada bulan februari 2005, jumlah penduduk miskin kembali menurun menjadi 35,1 juta jiwa atau 25,97 persen dari total penduduk 220 juta jiwa penduduk indonesia. Namun pada tahun 2006, angka kemiskinan mengalami peningkatan yang sangat drastis yakni mencapai 39,05 juta jiwa atau 17,75 persen dari total jumlah penduduk Indonesia.
Untuk mengangkat kelompok masyarakat dari ketertinggalan dan juga upaya dalam  mengentaskan kemiskinan, maka perlu dikembangkan usaha industri kecil/ kerajinan yang mempunyai potensi  untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Upaya pengembangan Industri kecil di Indonesia sebenar sudah lama di lakukan oleh pemerintah, dimana pemerintah telah menetapkan dan memberlakukan beberapa kebijakan dalam upaya pengembangan Industri Kecil, diantaranya Kredit Investasi Kecil, Kredit Usaha Kecil, Kredit Candak Kulak, Kredit odal Kerja Permanen, Undang-Undang No 5 / 1984 tentang Perindustrian, Undang No 7 / 1992 Tentang  Perkoperasian dan Undang-Undang No 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil, yang peraturan pelaksana diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah No 32 Tahun 1998 tentang Pembinaan dan Pengembangan Usaha Kecil.
Dengan adanya beberapa kebijakan pemerintah tersebut menunjukan bahwa pemerintah sebenarnya sudah lama menaruh perhatian terhadap pengembangan industri kecil. Terlebihh pada masa reformasi sekarang ini, dimana pemerintah lebih menitik  beratkan pembangunan ekonomi pada ekonomi kerakyatan sebagai upaya pemeberdayaan masyarakat untuk ikut terlibat aktif dalam pembangunan bangsa, baik pembangunan pada tingkat lokal atau daearah maupun pada tingkat nasional.
Pembangunan Industri kecil secara lokal pada masing-masing daerah di Indonesia membutuhan kesiapan daerah terutama faktor-faktor pendukung dan layak tidaknya suatu industri kecil tertentu untuk dikembangkann sesuai dengan kebutuhan, peluang dan potensi yang tersedia pada daerah tersebut.
Di Kabupaten Dharmasraya memiliki sebanyak 248 unit industri kecil dan menengah untuk dikembangkan lebih lanjut. Untuk data lebih jelas  dapat dilihat dari tabel dibawah ini:


Tabel 1 : Data Industri Kecil dan Menengah (UKM) Kab.Dharmasraya
No
Bidang Indutri
Unit Usaha
Tenaga Kerja
1
Industri Pangan
79
282
2
Industri Sandang
2
32
3
Industri Kimia dan Bahan Bangunan
155
594
4
Industri Logam dan Eloktronika
8
19
5
Indutri Kerajinan
3
17

Total
248
944
Sumber: Dinas Koperindag dan Pemb. Pasar ab. Dharmasra

Idustri kecil di kembangkan untuk menjadi salah satu sumber pendapatan bagi daerah dalam meningkat pembangunan dan sebagai upaya dalam penyediaan kesempatan kerja yang lebih luas bagi peningkatan angkatan kerja yang terus bertambah, sebagai akibat dari pertambahan peduduk.
Pengembangan Indutri kecil di Kabupaten Dharmasraya masih belum begitu menggembirakan, dalam pengertian bahwa pertumbuhan sering tidak stabil atau sering mengalami pasang surut. Sehingga suatu fenomena yang menarik untuk diteliti dan dialami lebih lanjut secara khusus sejauh mana efektivitas pengembangan indutri kecil terutama kebijakan pengembangan dan faktor-fakktor yang mempengaruhi kebijakan pengembangan indutri kecil tersebut.
Oleh karen itu untuk tercipta bentuk pengembangan yang lebih baik dari pertumbuhan Industri kecil dan menengah di Kabupaten Dharmasraya yang dapat memperkuat ekonomi masyarakat Kabupaten Dharmasraya, maka perlu adanya suatu penelitian tentang Efektivitas Kebijakan Pemerintah terhadap pengembanga Industri Kecil di Kabupaten Dharmasraya.

2.    Perumusan Masalah
Dari gambaran umum latar belakang di atas maka yang perlu dapat perhatian dalam pembahasan secara serius terhadap permasalahan Industri Kecil dan Menengah di Kabupaten Darmasraya yaitu:
a.       Sejauh mana efektivitas kebijakan pemerintah terhadap pengembangan industri kecil di Kabupaten Dharmasraya!
b.      Faktor-faktor apa yang mempengaruhi efektivitas kebijakan pemerintah dalam pengembangan industri kecil di Kabupaten Dharmasraya!

3.    Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian merupakan sasaran akhir yang ingin dicapai dalam penelitian. Dengan tujuan yang jelas, maka penelitian akan dilakuakan secara baik dan terarah. Dalam penelitian tujuan yang hendak dicapai yaitu :
a.       Mendeskripsikan efektivitas kebijakan pemerintah terhadap pengembangan industri kecil di Kabpuaten Dharmsraya.
b.      Medeskripsikan faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan pengembangan indutri kecil di Kabupaten Dharmasraya.




4.    Manfaat Penelitian
a.       Memberikan gambaran dan pemahaman terhadap keefektivitasan kebijakan pemerintah terhadap pengembangan Industri kecil di Kabupaten Dharmasraya dalam meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat
b.      Diharapkan dapat dijadikan sebagai pedoman dan metode untuk penelitian lain yang ada hubungannya dengan Pengembangan Industri Kecil.